Model Sistem Informasi Psikologi (Konseling Online)

teknik-bimbingan-konseling

KONSELING

 

  1. Pengertian Konseling

Menurut Ludin (2010) konseling adalah hubungan antara seorang konselor yang terlatih dengan seorang klien atau lebih, bertujuan untuk membantu klien memahami ruang hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan yang berasaskan informasi dan melalui penyelesaian masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi.

Surya (dalam Adi, 2013) berpendapat bahwa konseling adalah seluruh upaya bantuan yang diberikan konselor kepada konseli supaya ia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.

Sedangkan Chave-Jones (1997) berpendapa bahwa konseling merupakan sebuah instruksi atau pemberian nasihat dan ruang lingkupnya adalah keseluruhan metode yang sama jauhnya dengan psikoanalisis.

 

  1. Tujuan Konseling

Menurut George dan Christiani (dalam Gunarsa, 2007), tujuan konseling adalah:

a. Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku.

Hampir semua ahli dalam bidang konseling akan menyetujui bahwa tujuan suatu konseling adalah membawa klien agar terjadi perubahan yang memungkinkan klien hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang ada dalam masyarakat.

b. Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu.

Membantu orang belajar dan untuk menghadapi situasi dan tuntutan baru adalah tujuan penting dari konseling.

c. Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan.

Dalam batasan tertentu, konseling diarahkan agar seseorang bisa membuat suatu keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan. Keputusan yang diambil pada akhirnya harus merupakan keputusan yang ditentukan oleh klien sendiri dengan bantuan dari konselor.

d. Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan.

Konseling bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang sehingga pandangan dan penilaian terhadap diri sendiri bisa lebih objektif serta meningkatan keterampilan dalam penyesuaian diri agar lebih efektif.

e. Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan klien.

Memberfungsikan kemampuan yang benar-benar dimiliki dengan membantu menyediakan fasilitas adalah tujuan konseling.

 

3. Karakteristik konseling

a. Konseling sebagai kegiatan bantuan

Konseling diakui sebagai salah satu bantuan profesional yang bisa diberikan dalam bidang pekerjaan dan kesejahteraan sosial (Social Work and Social Welfare), pendidikan, psikologi klinis—konseling, psikiatri dan kesehatan masyarakat.

b. Konseling untuk perubahan perilaku

Bagi seseorang yang karena sesuatu sedang menghadapi masalah atau dia sedang terhambat sebagian dari kepribadiannya, mendorongnya untuk mengikuti penanganan dari ahli yang berkompeten (konselor) dengan teknik konseling. Perubahan yang diharapkan terjadi akan bersifat menetap, jadi akan mengubah atau mengganti bagian dari kepribadianyang tidak baik menjadi sesuatu yang baru yang baik dan bisa diterima oleh pribadinya maupun lingkungan hidupnya. Dalam konseling, konselor bisa bertindak sebagai faktor luar yang mempengaruhi dengan hal-hal baru, untuk mengganti hal-hal lama yang memang perlu diubah.

c. Pengaruh kondisi lingkungan hidup klien

Melalui perubahan lingkungan hidup ke arh lingkungan hiup yang diharapkan bisa berfungsi positif, sebagian dari kepribadian seseorang diharapkan bisa berubah. Konseling juga dapat diarahkan untuk mengatur lingkungan hidup seseorang sesuai dengan hasil analisis dan peniliannya bahwa klien harus memasuki lingkungan tertentu supaya terjadi perubahan pada sebagian kepribadinnya yang diharapkan.

d. Pembatasan pada klien dalam konseling

Terciptanya hubungan antara konselor dan klien yang kadang-kadang bisa berlangsung lama, mudah tercipta keinginan pada klien untuk terus menerus bergantung pada konselor atau terapisnya. Padahal justru harus terjadi sebaliknya, yakni pada akhurnya klien harus menemukan sesuatu atau mengambangkan dirinya agar mampu berdiri sendiri. Pembatasan bertujuan agar klien melatih diri dan meninjau apa yang harus dilakukan, suatu latihan ke arah berfungsinya aspek rasio dan pada sisi lain juga melatih klien untuk memahami dirinya sendiri, jelas merupakan latihan pengendalian diri.

e. Wawancara dalam konseling

Patterson (dalam Gunarsa, 2007) mengatakan bahwa konseling bukanlah wawancara, meskipun wawancara mungkin diperlukan, namun wawancara sudah merupakan bagia dari proses konseling dan berperan penting bagi keberhasilan maupun kegagalan konseling itu sendiri.

f. Konselor dalam konseling sebagai pendengar

Konslor sebagai pendengar yang baik sering harus memakai seni tersendiri untuk mampu mendengarkan sehingga mncul istilah “the art of listening”. Selama konselor mendengarkan klien, selama itu konselor bisa melakukan penilaian, melakukan pengamatan terhadap perilaku dan perubahannya, menentukan apa masih akan menanyakan lagi dan apa yang akan ditanyakan, atau komentar yang akan diberikan dan langkah-langkah lain yang akan dilakukan terhadap klien dalam rangka tujuan konseling yang diinginkan.

g. Konselor memahami klien

Memahami klien diartikan sebagai megerti secara lebih baik, lebih terinci mengenai keadaan klien dan latar belakangnya. Upaya memahami klien seringkali diperlukan agar apa yang akan dilakukan terhadap klien dalam rangka memberi bantuan dapat mencapai hasil yang efektif dan efisien.

h. Kerahasiaan dalam konseling

Kegiatan konseling yang pada dasarnya bersifat pribadi dan berhubungan langsung dengan langsung dengan segala macam persoalan dan nilai-nilai yang dianutnya serta harga diri yang dan mertabatnya yang menghendaki perlakuan sesuai dengan berbagai norma yang ada, karena itu diatur melalui kode etik sebagai dasar dan pegangan untuk melakukan kegiatan ini, apalagi kegiatan yang sudah menjadi profesi tersendiri.

i. Komunikasi nonverbal dalam konseling

Komunikasi nonverbal juga memiliki pengaruh dalam keberhasilan maupun kegagalan konseling seperti halnya komunikasi verbal. Johnson (dalam Gunarsa, 2007) menyatakan bahwa dari percakapan biasa antar dua orang, ternyata 65% dari pengertian yang didapatnya berasal dari pesan-pesan yang disampaikan secara nonverbal.

j. Konselor sebagai pribadi

Konselor bisa melakukan kegiatan konseling dan klie bisa memperoleh sesuatu sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan dikehendaki. Menyenangi orang lain yang ada, dimiliki dan diperlihatkan oleh konselor merupakan salah satu yang penting pada konselor dan bersifat pribadi. Konselor sebagai pribadi dengan macam-macam konstelasi dan gambaran kepribadiannya mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam melakukan kegiatan konseling.

k. Empati

Dengan berempati, seseorang masuk ke dalam dri orang lain dan menjadi orang lain agar bisa merasakan dan menghayati orang lain. Empati bukanlah sesuatu yang hanya bersifat kognitif, namun meliputi emosi dan pengalaman. Juga diartikan usaha mengalami dunia klien sebagaimana klien mengalaminya.

 

4. Tahapan Konseling

a. Langkah-langkah konseling secara manual:

Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

  • Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya:

  • Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
  • Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
  • Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
  • Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
  • Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:

  • Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
  • Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
  • Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

Hal ini bisa terjadi jika:

  • Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
  • Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
  • Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
  • Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:

  • Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
  • Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
  • Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
  • Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu: (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

b. Langkah-langkah Konseling Berbasis Online

  • Buka link berikut ini: https://riliv.co/
  • Akan muncul tampilan seperti gambar dibawah ini
  • Screenshot (20)
  • Kemudian klik mulai konseling
  • Setelah itu, klien bisa memilih jenis paket yang tersedia, yaitu ada konseling psikologi dan self improvement program. Pada pilihan koseling psikologi, terdapat 3 pilihan lagi, yaitu Grup Terapi, Konseling Teks dan Konseling Voice Call. Pada pilihan Self Improvement Program terdapat dua pilihan, yaitu Berhenti Merokok dan Parenting.
  • Screenshot (21)Screenshot (22)Screenshot (23)Screenshot (24)Screenshot (25)
  • Setelah memilih salah satu jenis paket yang disediakan dengan mengklik pada jenis paketnya, akan muncul halaman yang berupa informasi mengenai jenis paket konseling yang dipilih, contohnya seperti gambar dibawah.
  • bbhjcg h b
  • Pilih durasi layanan yang diinginkan, setiap jenis paket memiliki pilihan durasi layanan yang berbeda.
  • Setelah memilih durasi layanan, akan muncul halaman yang menjelaskan tentang petunjuk pembayaran seperti gambar dibawah ini:
  • vvvuctcvb
  • Setelah melakukan pembayaran, klik ‘Konfirmasi Pembayaran Disini’, klien akan masuk pada halaman Form Konfirmasi Pembayaran. Isi data Form dengan tepat serta upload bukti transfer.
  • vgbhnjvbhnk
  • Klik Submit.
  • Pihak Riliv.co akan mengirimkan email tentang jadwal dan prosedur konseling dengan psikolog profesional dalam waktu paling lambat 1 x 24 jam.
  • Melakukan konseling dengan psikolog profesional secara online sesuai dengan layanan yang telah dipilih sebelumnya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ludin, A. B. M. 2010. Dasar-dasar Konseling Tinjauan Teori dan Praktik. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Adi, K. J. 2013. Esensial Konseling: Pendekatan Trait and Factor dan Client Centered. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca.

Chave-Jones, Myra. 1997. Dengarkan Perasaan Anda. Jakarta: Gunung Mulia.

Gunarsa, S. D. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunug Mulia.

Elemen dan Karakter Sistem Informasi

Karakteristik Sistem

Menurut Fatta (2007) untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, maka perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya. Karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu sistem dengan lainnya menurut Fatta adalah:

  1. Batasan (boundary) adalah penggambaran dari suatu elemen atau unsur mana yang termasuk didalam sistem dan mana yang diluar sistem.
  2. Lingkungan (environment) adalah segala sesuatu diluar sistem, lingkungan yang menyediakan
  3. Masukan (input) adalah sumber daya (data, bahan baku, peralatan, energi) dari lingkungan yang dikonsumsi dan dimanipulasi oleh suatu sistem.
  4. Keluaran (output) adalah sumber daya produk (informasi, laporan, dokumen, tampilan layar komputer, barang jadi) yang disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan dalama suatu sistem.
  5. Komponen (component) adalah kegiatan-kegiatan atau proses dalam suaatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk setengah jadi (output). komponen ini bisa merupakan subsistem dari sebuah sistem.
  6. Penghubung (interface) adalah tempat dimana komponen atau sistem dan lingkungannya bertemu atau berinterasi.
  7. Penyimpanan (storage) adalah area yang dikuasai dan digunakan untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi, bahan baku, dan sebagainya. Penyimpanan merupakan suatu media penyangga diantara komponen tersebut bekerja dengan berbagai tingkatan yang ada dan memungkinkan komponen yang berbeda dari berbagai data yang sama.

 

 

Sedangkan menurut Hutahaean (2015), sebuah sistem dapat dikatakan baik apabila memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1.Komponen

Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen-komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama mmbentuk satu kesatuan. Komponen sistem terdiri dari komponen yang berupa subsistem atau bagian-bagian dari sistem.

2. Batasan sistem (Boundary)

Batasan sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lain atau dengan lingkungan luarnya. Batasan sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai suatu kesatuan. Batasan suatu sistem menujukkan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut.

3. Lingkungan luar sistem (environtment)

Lingkungan luar sistem (environtment) adalah diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan dapat bersifat menguntungkan  yang harus tetap dijaga dan yang merugikan yang harus dijaga dan dikendalikan, kalau tidak akan meengganggu kelangsungan hidup dari sistem.

4. Penghubung sistem (interface)

Penghubung sistem merupakan media penghubung antara satu subsitem dengan subsitem lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari subsitem ke subsitem lain. Keluaran (output) dari subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsitem lain melalui penghubung.

5. Masukan sistem (input)

Masukan adalah energy yang dimasukan ke dalam sistem, yang dapat berupa perawatan (maintenance input), dan masukan sinyal (signal input). Maintenace input adalah energy yang dimasukan agar sistem dapat beroperasi. Signal input adalah energy yang diproses untuk didapatkan keluaran. Contoh dalam sistem computer program adalah maintenance input sedangkan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.

6. Keluaran sistem (output)

Keluaran sistem adalah hasil dari energy yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. Contoh komputer menghasilkan panas yang merupakan sisa pembuangan sedangkan informasi adalah keluaran yang dibutuhkan.

7. Pengolah sistem

Suatu sistem menjadi bagian pengolah yang akan merubah masukkan menjadi keluaran. Sistem produksi akan akan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, system akutansi akan mengolah data menjadi laporan-laporan keuangan.

8. Sasaran sistem

Suatu sistem pasti mempunyai  tujuan (goal) atau sasaran (objective). Sasaran dari sistem sangat menentukan input yang dibutuhkan sistem dan keluaran yang akan dihasilkan sistem.

 

 

Elemen Sistem

Menurut Amsyah (2005), sistem terdiri dari 4 elemen, yaitu:

  1. Masukan (input)

Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa pelanggan).

  1. Pengolahan (process)

Pengolahan atau process merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah.

  1. Keluaran (output)

Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.

  1. Umpan balik/ kontrol

Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan.

 

e-counseling

Contoh lainnya yang termasuk kedalam aplikasi sistem informasi dalam bidang psikologi adalah konseling yang mengandung makna proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal. Konseling sebagai proses pemberi bantuan kepada klien dilaksanakan melalui berbagai macam layanan, seperti : tatap muka secara langsung dan memanfaatkan media atau teknologi informasi. Yang semua itu tujuannya memberikan konseling dengan cara yang menarik, interaktif, tidak terbatas oleh tempat, tetapi juga tetap memperhatikan asas-asas dan kode etik.

Salah satunya dalam hal penggunaan Sistem Informasi dalam bidang psikologi sangat terlihat dalam e-counseling. Hal ini tentunya lebih memudahkan proses konseling antara konselor dengan kliennya, sehingga jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang dalam proses konseling.

e-counseling merupakan salah satu bentuk nyata aplikasi Teknologi Informasi dalam bidang Psikologi. Internet menawarkan suatu proses psikoterapis yang menggunakan suatu media komunikasi yang baru, dimana melalui media tersebut mereka dapat memberikan intervensi psikoterapi itulah yang disebut dengan E-counseling atau email counseling. Email counseling merupakan pelayanan intervensi psikologi yang dilakukan melalui internet, dimana proses terapi lebih dahulu dilakukan melalui media ini, untuk kemudian menyusun rencana dalam melakukan intervensi psikologis secara face-to-face akan dilakukan. Fungsi dari e-counseling adalah untuk membantu terapis dalam mengumpulkan sejumlah data yang terkait dengan kliennya sebelum akhirnya terapis dan klien sepakat untuk bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya.

 

System Input Process Output Sasaran
Konseling online / e-counseling ·    Identitas subjek.

·    Masalah subjek yang akan dikonsultasikan.

Cerita / proses konseling Solusi / saran yang diberikan konselor. Masyarakat

 

 

Daftar Pustaka

Amsyah, Z. (2005). Manajemen sistem informasi. Jakarta: PT. Gramedia pustaka umum.

Fatta, H. A (2007).  Analisis dan perancangan sistem informasi. Jakarta: Andi Offset.

Hutahaean, J. (2015). Konsep sistem informasi. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

 

 

Sistem Informasi Psikologi

Pengertian Sistem

  1. Menurut Jogianto (Gaol, 2008) sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan keatuan yang nyata adalah suatu objeknyata, seperti tempat, benda dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
  2. Menurut L. James Havery, sistem merupakan prosedur logis dan rasional guna melakukan atau merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain.
  3. Menurut Henry Prat Fairchild dan Eric Kohler, sistem adalah sebuah rangkaian yang saling terkait antara beberapa bagian dari yang terkecil, jika suatu bagian/sub bagian terganggu, maka bagian yang lainnya ikut merasakan ketergangguan tersebut.
  4. Menurut Murdick R. G. sistem adalah seperangkat elemen-elemen yang membentuk suatu kumpulan dari berbagai prosedur atau berbagai bagan pengolahan untuk mencari sebuah tujuan bersama dengan cara mengoperasikan data maupun barang untuk menghasilkan suatu informasi.

 

 

Pengerian Informasi

  1. Menurut Jogiyanto, informasi adalah hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya, yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian yang nyata yang berguna untuk para pengambil keputusan.
  2. George R. Terry, berpendapat bahwa informasi adalah data yang penting yang memberikan pengetahuan yang berguna.
  3. Menurut Gordon B. Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang.
  4. Menurut Kenneth C. Laudon (dalam Hutahaean, 2014) informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia.

 

 

Pengertian Psikologi

  1. Menurut Muhibbinsyah, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
  2. Menurut Wilhem Wundt, psikologi adalah ilmu yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul pada diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran, feeling, dan kehendak.
  3. Menurut Norman Munn, psikologi secara umum didefinisikan sebagai “ilmu mengenai perilaku”, tetapi hal yang menarik pengertian “perilaku” yang telah mengalami perkembangan sehingga sekarang ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman. Hal-hal pribadi seperti proses-proses (subjektif) seperti berpikir, sekarang berhubungan dengan “perilaku dalam”.

 

 

Pengertian Sistem Informasi Psikologi

Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi psikologi adalah kombinasi atau gabungan dari manusia, teknologi, median dan pengendalian yang dimaksudkan  untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpan data yang berupa perilaku manusia yang kemudian dapat menghasilkan informasi yang dapat berguna untuk tujuan tertentu.

 

 

 

Daftar Pustaka

Gaol, C. J. L. (2008). Sistem Informasi Manajemen Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.

Hutahaean, J. (2014). Konsep Sistem Informasi. Yogyakarta: Deepublish.

http://ahmadroihan8.blogspot.co.id/2013/09/30-definisi-psikologi-menurut-para-ahli.html

http://mahasiswa.blog.widyatama.ac.id/2017/04/10/definisi-dan-pengertian-informasi-menurut-para-ahli/

https://hedisasrawan.blogspot.co.id/2014/01/25-pengertian-sistem-menurut-para-ahli.html

https://cahyaintanp.wordpress.com/2015/10/14/sistem-informasi-psikologi/

 

terapi keluarga

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks social. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953).

Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :

  1. the double bind (ikatan ganda)

Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap stabil.

  1. family homeostasis (kestabikan keluarga)

Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.

 

Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga yang mempunyai masalah.Khususnya, klien yang diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja yang mempunyai masalah makan. Sesegara mungkin, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada  pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).

Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidik anggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan pada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah hyarapan terhadap anggota yang lain masuk akal.

Pendekatan berpengaruh yang lain disebut strategi atau terapi keluarga terstruktur (Minuchin, 1974; Satir, 1967). Disini, terapis berusaha menemukan problem utama dari masalah klien dalam konteks keluarga, bukan sebagai masalah individual. Tujuannya adalah untuk mengurangi sikap menyalahkan yang mengarah pada satu orang. Contohnya, terapis menyampaikan bahwa perilaku menentang dan agresif dari remaja mungkin adalah tanda dari ketidakamanan remaja atau alasan untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari ayahnya. Pada banyak keluarga yang mengalami stress, pesan emosional begitu tersembunyi sehingga anggota keluarga lebih sering berbicara tanpa berbuat. Mereka sering mengasumsikan bahwa mereka dapat “saling membaca pikiran masing-masing”.

Saat ini, terapi keluarga terstruktur telah disesuaikan untuk membawa faktor budaya yang mungkin berpengaruh pada terapi keluarga dari kelompok etnis tertentu. Untuk membawa keluarga ke terapi, membuat mereka tetap kembali, harus ada perjanjian keluarga yang disusun untuk menghindari hal-hal berikut :

  1. penolakan anak untuk mengikuti terapi,
  2. sikap ambivalen ibu dalam memasukkan keluarganya ke dalam terapi,
  3. penolakan keberadaan seorang ayah dalam keluarga, dan anggota keluarga tetap berusaha menjaga rahasia keluarga dari orang asing.

 

JENIS-JENIS TERAPI KELUARGA

  1. Terapi Keluarga “Bowenian” atau Transgenerasional

Menurut pendekatan ini, keluarga dilihat sebagai sebuah unit yang saling tergantung secara emosional, dengan pola-pola perilaku yang terbentuk seiring perjalanan waktu dan sering kali diulangi kembali dari generasi ke generasi. Keluarga menciptakan iklim emosional dan pola perilaku yang akan diduplikat oleh anggota-anggotanya dalam hubungan-hubungan di luar setting keluarga.

Tujuan utama tipe intervensi ini adalah: (a) mengurangi tingkat kecemasan keluarga secara keseluruhan, sehingga memungkinkan anggota-anggotanya untuk berfungsi secara independen dan mengubah perilaku-perilaku bermasalahnya, (b) mengingkatkan tingkat diferensiasi dasar masing-masing anggota dari kebersamaan emosional keluarga, proses yang memungkinkan anggota-anggotanya untuk memberikan respons terhadap berbagai situasi emosional secara lebih efektif. Refleksi diri tentang keluarganya sendiri merupakan hal yang berguna bagi terapis keluarga.

Teknik-teknik yang digunakan dalam terapi tipe ini adalah:

  1. Klien berbicara dengan terapis, bukan dengan sesama anggota keluarga. Ini untuk  menjaga agar reaktivitas emosional tetap rendah.
  2. Genograms merupakan peta yang merepresentasikan paling tidak tiga generasi dalam keluarga.
  3. Detriangulating yaitu tetap bersikap objektif dan tidak memihak.

 

  1. Terapi Keluarga Komunikasi dan Satir

Ciri khas pendekatan ini adalah kenaikan self-esteem anggota keluarga sebagai sarana untuk mengubah sistem interpersonal keluarga. Pendekatan ini mengasumsikan keberadaan keterkaitan antara self-esteem dan komunikasi, di mana kualitas yang satu mempengaruhi kualitas yang lainnya.

Tujuan dari pendekatan ini adalah meningkatkan kematangan keluarga. Tugas terapis dalam terapi ini sebagai berikut:

  1. Memfasilitasi penciptaan harapan dalam keluarga.
  2. Memperkuat keterampilan coping pada anggota keluarga dan proses-proses coping dalam keluarga itu.
  3. Memberdayakan setiap individu dalam keluarga itu agar dapat menentukan pilihan dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambilnya.
  4. Memperbaiki kesehatan masing-masing anggota keluarga dan kesehatan dalam sistem keluarga itu.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah:

  1. Kronologi fakta kehidupan keluarga, riwayat keluarga holistik.
  2. Metaphor, yaitu diskusi tentang sebuah ide dengan menggunakan analogi.
  3. Drama. Para anggota keluarga memainkan adegan-adegan yang diambil dari kehidupan mereka.

 

  1. Terapi Keluarga Eksperiensial

Pendekatan ini menekankan pada pentingnya mengalami dan mengekspresikan emosi here-and-now. Tipe terapi ini cenderung menekankan pada promosi proses pertumbuhan alamiah dalam keluarga, sambil sekaligus memberikan perhatian pada perebutan tipikal antara otonomi dan interpersonal belonging yang terjadi dalam keluarga. Terapi jenis ini membantu para anggota keluarga untuk meningkatkan rasa memiliki keluarga, sambil meningkatkan kemampuan keluarga itu untuk memberikan kebebasan sebagai individu kepada setiap anggotanya.

Terapi ini akan sukses jika dapat mencapai sejumlah tujuan yang satu sama lain saling berkaitan. Teknik-teknik yang digunakan dalam terapi ini, yaitu:

  1. Bergabung, yaitu klinisi menjalin hubungan dengan seluruh anggota keluarga.
  2. Pekerjaan rumah. Para anggota keluarga tidak akan membicarakan tentang terapi di sela-sela sesi.
  3. Penggunaan self. Klinisi berhubungan dengan dirinya sendiri dan berbagi dengan keluarga itu.

 

  1. Terapi Keluarga Milan

Terapi keluarga Milan melihat bahwa manusia terlibat dalam interaksi-interaksi resiprokal yang mengakibatkan evolusi berkelanjutan dalam keluarga. Konsekuensinya, masalah yang tampak dianggap merupakan fungsi keluarga dan bukan sebagai gejala-gejala patologis yang melekat pada individu tertentu. Biasanya klinisi membantu keluarga menemukan aturan permainan keluarga itu dan memberdayakan mereka untuk mengubah aturan itu untuk memperbaiki hasilnya. Terapis berupaya untuk tetap bersikap netral dan memfasilitasi prosesnya dan bukan menjadi ikut terorganisasi ke dalam sistem keluarga itu.

Teknik-teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Circular questioning, yaitu memungkinkan akses ke persepsi/reaksi anggota-anggota keluarga.
  2. Prescriptions, yaitu instruksi-instruksi paradoksal untuk menangani gejala.
  3. Hipotesis, terapis mengusung ide-ide terdidik dalam sesi.

 

  1. Terapi Keluarga Konstruktivis atau Naratif

Fokus dari pendekatan ini adalah perkembangan makna atau cerita tentang kehidupan orang dan peran yang dimainkan orang dalam kehidupannya. Cerita-cerita ini menjadi fokus intervensi. Pengubahan proses-proses evaluasi dan pemaknaan yang dilakukan oleh seluruh anggota sistem itu, dan sistem itu sendiri, guna memperbaiki fungsi unit keluarga itu secara keseluruhan dan mengurangi kepedihan dan penderitaan.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah:

  1. Dekonstruksi, yaitu mengurangi riwayat permasalahan.
  2. Rekonstruksi/re-authoring, yaitu proses pengembangan kisah keluarga yang baru.
  3. Tim yang melakukan refleksi. Sekelompok professional pengamat mendiskusikan tentang keluarga itu.

 

  1. Terapi Keluarga Berfokus-Solusi

Asumsi: perubahan merupakan sesuatu yang tak terhindarkan.

Fokus: Bidang-bidang yang dapat diubah, fokus pada hal-hal yang mungkin, berusaha mengambil kekuatan dan kompetensi yang sudah ada dalam keluarga itu dan memanfaatkannya serta memfasilitasi.

Teknik yang digunakan:

  • Pertanyaan mukjizat: seberapa berbedakah keluarga ini jika terjadi mukjizat?
  • Mengukur: anggota keluarga diminta member penilaian numeric mengenai keadaan keluarga.
  • Dekonstruksi: menciptakan keraguan dalam kerangka acuan keluarga.

 

  1. Terapi Keluarga Strategik

Fokus: Perubahan perilaku bukan perubahan pemahaman/insight.

Lebih berkonsentrasi pada teknik daripada teori.

Tujuan utama: dihasilkannya solusi dan intervensi.

Teknik yang digunakan : perintah, perintah paradoksal, menetapkan gejala.

Lima tahap dasar terapi:

  • Tahap sosial: klinisi berbicara terhadap tiap orang dalam keluarga dan memperlakukannya seperti tamu.
  • Tahap masalah: klinisi melontarkan pertanyaan spesifik seputar masalah yang dihadapi keluarga tsb
  • Tahap interaksi: klinisi mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk mendiskusikan masalah mereka sambil mengobservasi proses interseksional
  • Tahap penetapan tujuan:  Klinisi mendefinisikan secara operasional tujuan-tujuan yang diinginkan keluarga
  • Tahap penetapan tugas: klinisi memberikan instruksi yang diselesaikan di sela-sela sesi dan didiskusikan dengan anggota keluarga

 

  1. Terapi Keluarga Struktural

Menekankan pentingnya proses daripada isi dan melihat struktur keluarga sebagai struktur yang terdiri atas sejumlah transaksi komunikasi keluarga.

Fokus utama: subsistem dan batas-batas yang ada dalam keluarga tersebut. Batas tersebut dapat bersifat kaku, jelas, kabur.

Tujuan utama: mengatasi berbagai masalah dengan mengubah struktur system yang mendasari.

Sesi terapi bersifat aktif, penekanan pada proses daripada insight.

3 tahap intervensi:

  • Terapis berusaha bergabung dan diakomodasi oleh system keluarga. Terapis harus menyesuaikan dengan system komunikasi dan persepsi keluarga
  • Pembentukan diagnosis structural dimulai dengan bergabung dengan keluarga dilanjutkan dengan adanya keterlibatan terapis. Membutuhkan observasi dan reformulasi hipotesis yang terus menerus
  • Ketika terapi teraputik bergerak maju, terapis berusaha menggunakan intervensi yang akan menghasilkan restrukturisasi sistem keluarga

Teknik :

  • Mintesis/ imitasi : mengadopsi gaya komunikasi keluarga
  • Mengaktualisasi pola transaksional keluarga : keluarga memainkan adegan interaksi
  • Menandai batas-batas : menguatkan batas-batas yang kabur dan melonggarkan yang kaku

 

  1. Terapi Behavioral dan Kognitif-Behavioral

Asumsi: perilaku sebagai sesuatu yang dipelajari, menekankan pentingnya konsekuensi perilaku dalam pemeliharaan dan kemunculan ulang

Fokus: fungsi perilaku dan kognisi

Goal: mengidentifikasi pola perilaku, pikiran, anteseden, konsekuensi sehingga klinisi dapat membantu anggota keluarga mempelajari pola perilaku baru yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

Tugas klinisi :

  • mengajari keluarga mengases tindakan, pola pikir dan konsekuensi yang membuat perilaku mereka bertahan atau diulangi.
  • Mengganti perilaku tidak efektif dengan perilaku adaptif antara lain dengan mengajarkan ketrampilan komunikasi, mengatasi masalah, strategi resolusi konflik, menjalin kontrak, negosiasi, penguatan perilaku sehat, mengurangi perilaki maladaptive.

Teknik :

  • Restrukturisasi kognitif : meningkatkan validitas persepsi dan pemrosesan data
  • Menjalin kontrak, latihan komunikasi

 

  1. Terapi Keluarga Psikodinamik dan Relasi Objek

Fokus: latar belakang intrapsikis dari masing-masing anggota, hubungan di masa lalu, ingatan serta konflik di awal kehidupan

Tujuan: membuat pola-pola tak sadar yang berlaku dalam keluarga menjadi pola-pola yang disadari.

Menggunakan aliansi teraputik, menelaah pertahanan dan resistensi keluarga, membantu anggota keluarga menginternalisasi objek yang adaptif .

Teknik:

  • Empati: memahami berbagai pengalaman dari perspektif keluarga tsb
  • Interpretasi: mengklarifikasi aspek yang tidak disadari
  • Netralitas analitik: terapis mempertahankan sikap mental yang analitik

 

[ psychology ] Konseling Psikoterapi Adlerian

Konseling Psikoterapi Adlerian

 

Alfred Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga. Ayahnya adalah seorang pengusaha. Sewaktu kecil Adler  merupakan anak yang sakit-sakitan. Ketika berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia. Pengalaman tidak menyenangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian mendorong dirinya untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari Universitas Wina tahun 1895.

Dari praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih pada psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud. Kemampuan menonjol yang ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina (Vienesse Analitic Society) dan ko-editor dari terbitan organisasi ini.

Meskipun Adler oleh Freud dipercaya  untuk memimpin organisasi psikoanalisis bukan berarti Adler selalu sependapat dengan Freud. Dia berani mengkritik pandangan-pandangan Freud. Perbedaan pandangan-pandangan  Adler dan Freud yang tidak bisa mencapai titik temu kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan antara pendukung kedua tokoh tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler bersama 9 orang pendukungnya dari organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia mendirikan organisasi yang mereka beri nama The Society for Free Psychoanalysis pada tahun 1911 dan tahun berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The Society for Individual Psychology

Salah satu pandangan Freud yang tidak disetujui oleh Adler adalah peran aspek biologis dan fisiologis sebagai determinan penting pada perilaku dan perkembangan manusia. Meskipun Adler memiliki pandangan yang sama dengan Freud berkenaan dengan pengalaman anak-anak sebagai determinan perkeembangan perila kemudian, namun ia lebih memperluasnya dengan cara menambahkan determinan lain seperti pengaruh konteks social, dinamika keluarga dan pengasuhan anak.

Dalam perkembangannya, teori ini disebut konseling Adlerian, yakni teori yang dikembangkan oleh Adler bersama dengan pengikut-pengikutnya. Teori ini menekankan pada keutuhan (unity) dan keunikan individual. Pemahaman terhadap perilaku dan perkembangan manusia harus dimulai dengan memahami tujuan dan dorongan-dorongan perilakunya, konstelasi keluarga, dan gaya kehidupannya. Teori ini menekankan pada minat social dan tujuan hidup manusia, serta pada analisis kesadaran. Berdasarkan karakteristik tersebut teori Adlerian digambarkan sebagai bersifat socio-teleo-analytic.

Implementasi teori adlerian yang meliputi:

  1. Tujuan Konseling
  • Membina hubungan konselor klien
  • Membantu klien  memahami keyakinan – keyakinan perasaan, motivasi dan tujuan yang menentukan gaya hidupnya
  • Membantu klien mengembangkan  wawasan pemahaman (insight) mengenai gaya hidup dan menyadarkan mereka
  • Reducation
  • Mengembangkan sosial interest individu dengan interest sosial

 

  1. Proses Konseling

Konselor adrelian memiliki peran yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, berperan sebagai pendidik, memperkembangkan minat social, dan mengajar klien dengan memodifikasi gaya hidup, perilaku dan tujuannya serta sebagai seorang analis yang harus memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.

 

  1.  Teknik Konseling

Ketrampilan interpersonal yang meliputi kesanggupan untuk memeberikan perawatan yang tulus, keterlibatan, empati dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal untuk mengembangkan hubungan konseling.

Dorongan. Untuk mendorong konseli konselor perlu memusatkan perhatian pada :

  • Apa yang dilakukan konseli bukan mengavaluasi perilakunya
  • Perilaku sekarang bukan perilaku lampau
  • Perilaku dan bukan pribadi konseli
  • Upaya dan bukan hasil
  • Motivasi instrintik dan bukan ekstrintik
  • Yang dipelajari dan bukan yang tidak dipelajari
  • Apa yang postif dan bukan apa yang negative

Dorongan yang ditambah interpretasi dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran tentang gaya hidupnya, mengakui alasan-alasan tersembunyi yang ada dibalik perilakunya, mengapresiasi konsekuensi negative dari perilaku tersebut, dan bekerja untuk mencapai perubahan positif.

Konselor terus memainkan peran aktif untuk mendorong konseli menggunakan pemahamannya guna merumuskan tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada perubahan perilaku atau pemecahan masalah. Adler juga merekomondasikan konselor untuk bertindak inovatif dan kreatif dalam memilih menggunakan teknik.

 

Aplikasinya disesuaikan dengan tujuan utama dari teori ini:

Psikoterapi

Menurut Adler, psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian, perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi, tujuan utama psikoterapi adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial.

Adler yakin bahwa siapa pun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan, Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan social interest klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta atau sekual, persahabatan, dan pekerjaan. Pendekatannya tersebut telah dielaborasi dengan nama Adlerian Breif Therapy.

 

Menggali masa lalu (Early Recollection)

Menurut Adler, ingatan  masa lalu seseorang selalu konsisten dengan gaya hidup orang itu sekarang, dan pandangan subyektif orang itu terhadap pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami tujuan final dan gaya hidupnya.

 

Mimpi

Gaya hidup juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan freud bahwa mimpi adalah ekspresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas keinginan yang tidak di terima ego tetapi bagian dari usaha si pemimpi untuk memecahkan masalah yang tidak disenanginya atau masalah yang tidak dapat dikuasainya ketika sadar

Jadi, bagi Adler mimpi adalah usaha dari ketidaksadaran untuk menciptakan suasana hati atau keadaan emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan.

 

 

 

 

 

 

Rational Emotive Theory

 

Terapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri.

Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala, tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar.

Proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian Albert Ellis, dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu :
Antecedent event (A), segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

  • Belief (B), keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
  • Emotional consequence (C), merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.

Dalam menjelaskan teorinya tentang Rasional Emotif terapi, Albert Ellis mempunyai pendekatan sebagai berikut:
– Teori RET mementingkan tiga aspek utama yaitu kognitif, emosi dan aspek tingkah laku.
– Memberi penekanan kepada pemikiran,penganalisaan, penilaian, perlakuan dan membuat keputusan.
– Pendekatan teori ini bercorak deduktif atau mengajar, mengarah dan mengutamakan kepada pemikiran daripada kepercayaan yang tidak rasional.
– Kepercayaan ini perlu dicabar dan diperbetulkan supaya dapat mewujudkan sistem kepercayaan yang baik dan rasional.
– Prinsip terapi RET boleh digunakan kepada masalah sekarang, masalah yang lain dalam kehidupan dan juga masalah yang mungkin dihadapi pada masa akan datang.
– Fokus prinsip ini adalah kepada pemikirandan tindakan, bukan hanya mengikuti perasaan.
– Terapi ini dianggap sebagai satu proses pembelajaran kerana fungsi konselor yang berbeda-beda.
– Teori Ellis ini berasaskan bahwa individu-individu mempunyai usaha untuk bertindak sama dan dalam bentuk rasional maupun tidak rasional.

 

Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmati hidupnya sebaik mungkin.
b. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
d. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional (irational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri.

 

Teknik-teknik Emotive Rational Therapy:

  1. Assertive adaptive
    Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
  2. Bermain peran
    Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
  3. Imitasi
    Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

[ psychology ] Psikoterapi

PENGERTIAN PSIKOTERAPI

Dilihat secara etimologis psikoterapi mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” mengasuh, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.

Menurut Corsini (1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku); dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai terapis.

 

 

PERBEDAAN PSIKOTERAPI DAN KONSELING

Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut:

 

KONSELING PSIKOTERAPI
    1.    Klien     1.    Pasien
    2.    Gangguan yang kurang serius     2.    Gangguan yang serius
    3.    Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb     3.  Masalah kepribadian dan pengambilan

keputusan

    4.    Berhubungan dengan pencegahan     4.    Berhubungan dengan penyembuhan
    5.  Lingkungan pendidikan dan non medis     5.    Lingkungan medis
    6.    Berhubungan dengan kesadaran     6.    Berhubungan dengan ketidaksadaran
    7.    Metode pendidikan     7.    Metode penyembuhan

 

Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.

Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.

Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.

 

 

 

 

Daftar Pustaka:

http://agatameida.blogspot.co.id/2015/05/perbedaan-antara-konseling-dan.html?m=1

https://echaelshanadia.wordpress.com/2015/03/20/pengertian-tujuan-dan-unsur-unsur-psikoterapi/

[psychology] Self-directed Changes

Sel-directed changes adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.

Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed learningadalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed learningini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar, mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan menilai hasil.

Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen perubahan dalam belajar.

Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai dari ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher directed) menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted). Guglielmino (1977) lebih lanjut menyatakan tentang karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni sikap, nilai, kepercayaan, dan kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self directed learning terjadi pada suatu situasi belajar.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai hasil belajar, serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.

 

Self-directed changes memiliki beberapa tahap, yaitu:

  1. Meningkatkan kontrol diri

Hurlock mengatakan “kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu-individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya” Kontrol sosial itu sendiri adalah individu sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Ketika seseorang ingin merubah kebiasaanya terhadap perbedaan yang sangat besar.

Contohnya: misalnya seorang yang suka memakan makanan cepat saji ingin melepaskan dari kebiasaan tersebut karna tidak baik untuk kesehatan.

 

  1. Menetapkan tujuan

Dimaksudkan untuk menjaga individu agar tetap tertuju pada proses pembelajaran, dalam arti dapat mengetahui dan mampu secara mandiri menetapkan mengenai apa yang ingin dipelajari dalam mencapai kesehatan mental, serta tahu akan kemana tujuan hidupnya, cakap dalam mengambil keputusan dan mampu berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya.

Contoh: kita harus menahan keinginan kita untuk memakan makan cepat saji mungkin kita bisa menggantinya dengan makanan yang tampaknya sama tapi dibuat sendiri jadi lebih sehat atau menggantinya dengan alternative makanan sehat lainnya.

 

  1. Pencatatan perilaku

Untuk mengubah suatu kebiasaan yang jelek, catatlah hal apa saja yang bisa kita ubah dari kebiasaan tersebut, dari situ kita bisa menilai mana yang akan membantu dan memotivasi dan mana hal yang akan menggoda kita serta harus dihindari.

Contoh: misalnya jika kita mempunyai kebiasaan memakan makanan cepat saji, catat hal-hal apa saja yang mungkin mengganggu kita untuk tidak makan makanan cepat saji. Misalnya dengan mengalihkan ke makanan yang sehat.

 

  1. Menyaring anteseden perilaku

Anteseden merupakan peristiwa yang dialami saat ini namun peristiwa tersebut merupakan akibat dari peristiwa sebelumnya. Menyaring anteseden berguna untuk mereview apa saja perubahan yang telah kita lakukan dan apa saja akibat yang telah kita terima dari perubahan tersebut.

Contoh: selain memakan makanan cepat saji, misalnya kita sering meminum minuman keras. Lalu kita tuliskan kebiasan tersebut untuk di ubah menjadi lebih baik. Dari situ mungkin kita akan berpikir sebenarnya selama ini baik atau burukkah kebiasaan tersebut untuk kesehatan kita.

 

  1. Menyusun konsekuensi yang efektif

Setelah kita sudah memulai mengontrol beberapa kondisi yang memicu perilaku atau kebiasaan kita. Meningkatkan pengendalian diri, maka terdiri dari mengatur konsekuensi dari perilaku kita sehingga orang lain menerima perilaku yang diinginkan sebagi imbalan kita telah menyenangkan hati orang lain termasuk orangtua.

 

  1. Menerapkan pencana intervensi

Membawa perubahan, tentunya pada perubahan yang lebih baik. Dalam arti pemahaman nilai-nilai, karakter / watak, dan cara cara berperilaku secara individual. Dalam arti kita harus lebih memahami cara berperilaku pada kegiatan proses pembentukan watak dan pembelajaran secara terencana.

Misalnya, menghitung berapa pengeluaran dari membeli makanan cepat saji dalam sehari dari sebelum menerapkan tahapan ini sampai sudah menerapkan tahap ini.

 

  1. Evaluasi

Setelah melakukan enam tahap diatas, evaluasi menjadi tahap akhir untuk melihat berapa besar kemajuan yang sudah kita lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Pastikan setiap tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan yang belum bisa terpenuhi lebih baik kita mengulang tahapan-tahapan tersebut agar tujuan dapat tercapai dengan baik dan mendapatkan hasil dari perubahan yang kita lakukan yang sesuai dengan harapan.

Faktor yang penting untuk mencapai kematangan pribadi, sedangkan salah satu faktor penting untuk mengetahui keefektivan adalah evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran.

 

 

Sumber:

Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey

http://allysacin.blogspot.co.id/2015/05/konsep-dan-penerapan-self-directed.html

http://meylitapayuningtias.blogspot.co.id/2015/05/konsep-dan-penerapan-self-directed.html

[psychology] Pekerjaan dan Waktu Luang

A.  Penyesuaian Diri dalam Pekerjaan

Dawis dan Lofquist (1984) mendefinisikan penyesuaian bekerja sebagai “proses berkelanjutan dan dinamis di mana seorang pekerja berusaha untuk mencapai dan mempertahankan korespondensi dengan lingkungan kerja”.

Ada dua komponen utama untuk memprediksi penyesuaian kerja:

  • Kepuasan mengacu pada sejauh mana kebutuhan individu dan persyaratan dipenuhinya pekerjaan yang dia lakukan.
  • Kualitas menyangkut penilaian orang lain, dari sejauh mana individu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Kedua komponen ini memberikan kepuasan yang cukup untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan (satisfactoriness).

 

  • Perubahan dalam persediaan dan permintaan, dan berganti pekerjaan
  1. Keluar (exit), Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
  2. Menyuarakan (voice), Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran perbaikan.
  3. Mengabaikan (neglect), Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk. Misalnya  sering absen, upaya berkurang, dan kesalahan yang dibuat makin banyak.
  4. Kesetiaan (loyalty), Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik.
  5. Waktu Luang

 

B.  Waktu Luang

Menurut Rabiltuz waktu luang adalah waktu yang tersisa dari pekerjaan yang diharuskan atau sisa waktu belajar atau waktu untuk melaksanakan kewajiban sehari-hari.
Menurut Muhammad Adil Khithab berpendapat bahwa waktu luang adalah waktu bebas yang oleh seseorang diisi sesuai dengan kegiatan yang dikehendakinya. Sedangkan menurut negara-negara barat, waktu luang didefinisikan sebagai waktu bebas yang tersisa dari 24 jam setelah dikurangi untuk kegiatan penting sehari-hari termasuk tidur. Orang-orang mengisi waktu tersebut dengan kegiatan santai sesuai keinginannya.

 

  • Menjelaskan Bagaimana Menggunakan Waktu Luang Secara Positif

Memiliki waktu luang sangat menyenangkan. Akan tetapi, waktu luang yang tak tertata bisa membuat kita stres. Bermalas-malasan atau membuang waktu luang biasanya tak menciptakan rasa bahagia. Anda mungkin malah merasa bersalah dan boros.

Ini membuat kita semakin stres. Untuk mengatasi hal itu, kita hanya butuh merencanakan dengn baik apa yang akan kita lakukan di waktu luang, hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif atapun membangun seperti mengembangkan hobi, dlln.
Pertama-tama kita harus merencanakan apa yang akan kita lakukan untuk mengisi waktu luang kita. Kemudian kita harus memberi makna untuk kegiatan kita, kita harus menentukan tujuan kegiatan kita, tujuan yang positif akan menumbuhkan kegiatan yang positif. Ada beberapa kegiatan positif untuk mengisi waktu luang kita. Salah satunya dengan berolahraga untuk menyehatkan tubuh kita dan beribadah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

 

 

C.  Mengubah Sikap Terhadap Pekerjaan

Sikap adalah suatu pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap seseorang terhadap pekerjaan pasti berbeda – beda dengan orang yang lain. Ada yang menyikapinya dengan kemalasan ada juga yang dengan ketekunan. Sikap malas seseorang terhadap pekerjaan harus diubah agar orang tersebut tidak dikeluarkan dari suatu pekerjaan.

Mengubah sikap terhadap pekerjaan tergantung dari orang tersebut ingin memakai cara yang seperti apa. Bisa mulai dari cara membiasakan diri dengan sering melakukan pekerjaan tersebut dengan tenang dan rileks, lalu membuat diri merasa nyaman saat melakukan suatu pekerjaan, bahkan bisa juga dengan mencintai pekerjaan tersebut dengan cara meyakinkan diri bahwa pekerjaan ini tidak membuat diri merasa sulit.

Semua cara mengubah sikap terhadap seseorang tergantung bagaimana seseorang dan sekuat apa seseorang ingin mengubah sikap terhadap pekerjaan yang dijalaninya.

 

  • Definisi Nilai Pekerjaan

Nilai pekerjaan adalah nilai dari apa yang kita kerjakan, sangat bergantung kepada cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu. Sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, jika kita memahami bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari sebuah perencanaan besar, atau bahwa pekerjaan itu adalah proses menuju terwujudnya sesuatu yang besar, maka tidak akan ada lagi perasaan kecil dalam hati kita ketika mengerjakan pekerjaan itu.

  • Apa yang di cari dalam Pekerjaan?
  • Mencari uang: 

Hal ini adalah hal yang paling dasar yang mendorong seseorang untuk bekerja.  Untuk mencari nafkah (uang), untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarga. Hal ini juga yang biasa digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih suatu pekerjaan. Semakin besar gaji (uang) yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut, maka semakin menarik perkerjaan itu. Banyak orang yang berpindah-pindah kerja untuk mencari gaji yang lebih tinggi.

 

  • Mencari pengembangan diri:

Adalah tabiat manusia untuk ingin berkembang menjadi lebih baik. Orang bekerja karena mereka ingin mencari pengembangan (potensi) diri mereka. Mereka akan  mencari pekerjaan dimana mereka dapat mengembangkan diri mereka disana.

 

  • Mencari teman/sarana bersosialisasi: 

Manusia adalah makhluk sosial yang perlu untuk bersosialisasi. Maka manusia perlu bekerja untuk menambah teman dan relasi mereka. Sebagai media dan tempat mereka untuk bersosialisasi.

 

  • Mencari kebanggaan/kehormatan diri: 

Hal lain yang dicari oleh orang dengan bekerja adalah kebanggaan dan kehormatan diri. Orang yang mencukupi kebutuhan dirinya dengan bekerja lebih terhormat dibandingkan orang yang hidupnya selalu tergantung pada orang lain.

  • Fungsi Psikologis dari Pekerjaan

Meskipun apa kata orang tentang memiliki pekeraan untuk hidup. Itu mungkin jelas sekarang bahwa setiap orang bekerja keras untuk uangnya sendiri. Survei membuktikan kebanyakan orang akan melanjutkan pekerjaanya bahkan jika mereka memiliki cukup uang untuk hidup nyaman seumur hidupnya (Renwick&Lawler,1978).

Kenyataanya adalah bekerja itu meenuhi kebutuhan psikologis dan social yang penting. Rasa pemenuhan pribadi, orang membutuhkan perasaan kalau mereka tumbuh, mempelajarai keahlian baru, dan mencapai sesuatu yang berharga ketika perasaan ini kurang, mereka mungkin pindah ke pekerjaan yang menjanjikan pencapaian yang lebih atau hasil yang jelas.

Contohnya, seorang individu yang pekerjaanya terarah mungkin meninggalkan meja untuk bekerja menjual barang atau konstruksi. Bahkan orang yang sudah mendapatkan banyak uang tidak akan mau mengurangi waktu dan energy yang di habiskan oleh pekerjaan mereka.kemampuan karena kebutuhan akan penghargaan dan penguasaan (Morgan,1972)

 

D.  Proses Dalam Memilih Pekerjaan

  1. Tahap Pertama (umur 15 – 22 tahun)

Pada tahap ini, seseorang umumnya memilih jurusan, yang menurutnya baik dan ia suka. Apakah seseorang memilih jurusan tertentu oleh karena masalah imej jurusan tersebut- ini adalah salah satu faktor.

 

Bisa juga ia memilih jurusan tertentu karena rekomendasi orang tua dan sisi ekonomi atau peluang kerja. Beragam alasan orang memilih jurusan tertentu di sekolah atau kampus.

 

  1. Tahap Kedua (umur 22 – 30 tahun)

Pada fase ini, orang memilih karir sesuai dengan jurusan yang ia pelajari di kampus. Ia tertarik dengan pekerjaan barunya dan mulai menekuni apa yang ia pilih. Ini biasanya bisa terjadi sampai umur 30 tahun.

 

Ada gairah terhadap pekerjaan apalagi kalau di perusahaan tempat ia bekerja ada suasana kondusif ditambah dengan jenjang karier yang jelas.

 

  1. Tahap Ketiga (umur 30 – 38 tahun)

Bila seseorang menekuni pekerjaannya pada fase kedua, kinerjanya akan semakin baik pada phase ini. Kinerjanya umumnya di atas rata-rata. Gairah kerja semakin bertambah.

 

Ia mungkin mencapai posisi manager dalam sebuah perusahaan pada phase ini. Karir semakin mantap dan bisa sampai menduduki posisi Vice President. Ini tergantung berapa bagus kinerjanya dan berapa baik budaya korporasi di perusahaan.

 

  1. Tahap Keempat (umur 38 – 45 tahun)

Inilah tahapan atau fase yang tepat untuk memikirkan ulang pekerjaan yang seharusnya ditekuni. Pada phase ini biasanya orang mulai makin sadar akan pekerjaan yang seharusnya ia tekuni. Ini adalah fase yang kritis karena pada phase ini akan muncul pertanyaan, “Mau ke mana arah atau jalur karir yang akan ditempuh?” Pada fase ini persaingan ke posisi yang lebih tinggi semakin ketat.

 

Peluang untuk naik ke posisi yang banyak membuat kebijakan strategis semakin kecil karena persaingan atau ada orang yang lebih hebat atau lebih cerdas dari Anda untuk menduduki posisi tersebut. Pada saat yang sama, Anda juga ingin merasakan keleluasaan untuk memberikan keputusan. Ada keinginan untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih besar bagi perusahaan atau organisasi yang akan menambah kepuasan diri juga; ada self-actualisation- meminjam istilah dari Abraham Maslow.

 

  1. Tahap Kelima (umur 45 – 55 tahun)

Bila seseorang lolos pada fase ke empat, biasanya ia akan semakin mantap pada phase ini, khususnya mereka yang memilih karir atau menemukan pekerjaan yang cocok dengan bakat dan talenta pribadinya. Karirnya akan semakin bersinar.

 

Ada kematangan baik dalam jiwa dan dalam pekerjaan. Ia semakin mengerti tujuan perusahaan. Ia makin mengerti relasi dari organisasi dengan masyarakat luas. Namun, pada fase ini juga orang akan mulai mengalami kebosanan di pekerjaan kalau salah mengambil keputusan pada tahap kelima.

 

Jangankan di phase ini, pada phase keempat pun orang sudah mulai merasakan kebosanan dalam pekerjaan. Gairah kerja hilang karena tidak ada keputusan berarti yang bisa dilakukan bagi perusahaan.

 

  1. Tahap Keenam (umur 55 – 62 tahun)

Orang-orang yang sukses melewati tahap ke empat dan kelima akan mengalami gairah kerja yang semakin bertambah pada fase ini. Kreatifitas muncul; ide-ide baru utuk memperbaiki organisasi melintas dalam pikiran.

 

Vitalitas orang semakin bertambah dalam pekerjaan pada phase ini. ‘Self-actualization’ semakin matang dan mulai mempersiapkan diri utuk memasuki phase terakhir.

 

  1. Tahap Ketujuh (umur 62 – 70 tahun)

Pada fase ini orang mulai memikirkan bagaimana meneruskan karir yang sudah dibangun atau perusahaan yang sudah dirintis dan berjalan. Ia mulai memikirkan siapa yang akan menggantikannya di kemudian hari. Bila Anda kebetulan pada fase ini, Anda sudah harus memikirkan bagaimana agar apa yang sudah dimulai dan dikerjakan bisa diteruskan dalam track yang benar oleh penerus Anda.

 

E.  Memilih Pekerjaan Yang Cocok

Hubungan antara Karakteristik Pribadi dan Pekerjaan dalam Memilih Pekerjaan yang Cocok

  • Kepribadian Artistik

Karakter: kreatif, imajinasi yang tak pernah berhenti, suka mengekspresikan diri, suka bekerja tanpa aturan, menikmati pekerjaan yang berkaitan dengan design/warna/kata-kata. Orang artistik merupakan pemecah masalah yang sangat hebat karena mereka menggabungkan pola pikir intuisi dan pendekatan rasional.

 

Pekerjaan yang cocok: editor, grafik desainer, guru drama, arsitek, produser, ahli kecantikan, model, pemain film, sutradara, interior desain.

 

  • Kepribadian Konvensional

Karakter: menyukai aturan, prosedur yang rapi, teliti, tepat waktu, suka bekerja dengan rincian data, tertib, cenderung pendiam dan lebih hati-hati.

 

Pekerjaan yang cocok: akuntan, petugas asuransi, penegak hukum, pengacara, penulis, penerjemah.

 

 

 

 

  • Kepribadian Aktif

Karakter: gigih, berani, suka berkompetisi, penuh semangat, pekerja keras, ekstrovet, enerjik, dan progresif.

 

Pekerjaan yang cocok: wiraswasta, direktur program, manajer.

 

  • Kepribadian Investigasi

Karakter: analitis, intelektual, ilmiah, menyukai misteri, sangat memperhatikan detail, lebih suka bekerja secara individu, menggunakan logika.

 

Pekerjaan yang cocok: analisis sistem komputer, programmer, dosen, profesor, statistik, dokter.

 

  • Kepribadian Realistis

Karakter: realistis, praktis, simpel, bekerja di luar ruangan, berorientasi pada masalah dan solusinya, suka bekerja dengan objek yang kongkrit, pekerjaan yang menggunakan alat bantu atau mesin.

 

Pekerjaan yang cocok: tukang listrik, dokter gigi, insinyur.

 

  • Kepribadian Sosial

Karakter: suka membantu orang lain, dapat berkomunikasi dengan baik, bekerja dalam tim, sabar, murah hati, memiliki empati, memusatkan diri dengan interaksi manusia, suka berbicara.

 

Pekerjaan yang cocok: psikolog, guru, mediator, perawat, entertainer, selebriti.

 

 

 

 

Sumber :

Munandar, Ashar Suyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

http://soplanitvanezianessa.blogspot.co.id/2016/04/kesehatan-mental-pekerjaan-dan-waktu.html

http://nurhafizoh2.blogspot.co.id/2015/06/tugas-4-kesehatan-mental-pekerjaan-dan.html

https://putisalla.wordpress.com/2015/08/08/tugas-ke-4-softskill-kesehatan-mental-pekerjaan-dan-waktu-luang-latepost/

https://wirautamipsi2013.wordpress.com/2015/05/16/kesehatan-mental-pekerjaan-dan-waktu-luang-2/

http://astriddwikurnia.blogspot.co.id/2015/06/kesehatan-mental-pekerjaan-dan-waktu.html

 

[psychology] Cinta dan Perkawinan

Cinta merupakan sesuatu hal yang sering kita dengar, bahkan kita rasakan. Kita dapat merasakan cinta dari banyak orang, dari orang tua, pasangan, sahabat, atau objek lainnya. Cinta itu sendiri merupakan suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.

Cinta merupakan dasar dari perkawinan. Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Memilih Pasangan

Dalam memilih pasangan hidup, baik perempuan maupun laki-laki harus memilih yang terbaik sebagai pasangan hidupnnya. Oleh karena itu, seseorang harus benar-benar memperhitungkan dalam memilih pasangan hidup. Julianto Simanjuntak dalam bukunya, menekankan bahwa dalam memilih pasangan harus ada kesepadanan alias kecocokan. Karena ketika pada awal-awal berpacaran, kita sering lupa mengenali kepribadian dan latar belakang pasangan. Jadi, cinta itu bukan hanya sekedar mencintai atau dicintai. Tapi juga dituntut memahami latar belakang dan kepribadian pasangan anda dengan sepenuhi hati.

Ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam memilih pasangan, yaitu:

  • Rajin beribadah

Ini hal yang penting bagi masa depan keluarga anda. Carilah calon suami maupun istri yang taat beribadah. Mengapa? Karena selain bisa menjaga hubungan yang selalu baik karena cinta dilandaskan kepada tuhan. Anak, akan terbimbing dengan baik. Baik ibu dan bapak sama-sama memiliki peran dalam pengajaran agama yang baik dikeluarga. Agar anak ini akan menjadi generasi yang tentuny bisa membanggakan kedua orang tuanya kelak. Jadi ini salah satu yang harus diperhatikan.

  • Setia dan bisa dipercaya

Adalah sangat penting untuk memilih seseorang yang dapat Anda percaya. Anda pasti tidak bisa memiliki pernikahan yang bahagia jika Anda tidak dapat mempercayai satu sama lain

  • Memiliki minat yang sama

Memilih seseorang yang berbagi banyak hal bersama dengan Anda akan membuat Anda merasa akan kedekatan satu sama lain. Tidak harus sama persis, tapi setidaknya memiliki satu minat yang sama akan sesuatu. Ketika Anda memutuskan untuk menghabiskan hidup Anda dengan seseorang, Anda harus melihat hal-hal yang Anda berdua akan senang melakukannya bersama-sama. Misalnya, jika Anda adalah penggemar film, Anda akan idealnya bersama seseorang yang menikmati film juga. Ini akan membuat hidup Anda menarik.

  • Tidak matrealis

Sebenarnya Matre itu wajar, karena memang hidup dijaman sekarang yang apa-apa susah didapat menjadi kriteria yang penting. Terutama bagi seorang wanita. Mengapa ? bagaimana bisa seorang istri tampil cantik, bila suaminya tidak pernah membelikan istrinya sebuah alat rias. Dan ia pasti akan berfikir untuk masa depan anaknya nanti, jika sang calon suami tidak memiliki penghasilan. Bagaimana ia bisa merawat anak dengan baik. Tapi, tentu saja matre yang kami definisikan tadi adalah yang positif. Bukan Matre yang memfoya-foyakan uang dengan hal tidak berguna. Jika pasangan anda suka memfoya-foyakan uang dan sedikit-sedikit minta uang, anda bisa mundur untuk tidak memilihnya sebagai pasangan hidup.

  • Selalu merespon

Cari pasangan yang sealu membantu anda dalam mengukuhkan imej diri anda dan mendukung semangat dan menyakinkan diri anda, sebab. Itulah gunanya pasangan hidup baik itu suami maupun istri. Tanpa adanya saling suport. Hubungan suami dan istri pasti akan renggang dan bisa saja perceraian terjadi. Karena merasa saling tidak cocok.

 

Hubungan dalam Perkawinan

Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan, yaitu:

  • Romantic Love

Pada tahapan ini, pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Tahapan ini terjadi saat bulan madu pernikahan. Pasangan pada tahapan ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam suasana yang romantis.

  • Dissapointment or Distress

Pada tahapan ini, suami istri saling menyalahkan, marah dan kecewa pada pasangan, juga selalu merasa benar dan berusaha menang dari pasangannya. Terkadang salah satu pasangan yang mengalami hal ini berusaha mengalihkan stress dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian pada pekerjaan, anak, atau hobi. Di tahapan ini, banyak pasangan yang memilih berpisah dengan pasangannya.

  • Knowledge and Awareness

Pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.

  • Transformation

Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.

  • Real Love

Waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua.

 

Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan

Konsep dari penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasi kebutuhan, keinginan dan harapan. Penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami-istri yang slaing menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga dan saling mengakomodasi kebutuhan, keinginan dan harapan.

Beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan:

  • Usia

Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut.

  • Agama

Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.

  • Ras

Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer, Universitas Sumatera Utara331983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih.

  • Pendidikan

Data dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan.

  • Keluarga pasangan

Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumah tangga.

 

Perceraian dan Pernikahan kembali

Tidak semua pernikahan berakhir bahagia dan bertahan sampai akhir. Perpisahan atau perceraian bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh pasangan suami-istri manapun. Namun, dalam beberapa kejadian, perceraian memang tidak dapat dihindari.

Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku (Erna, 1999­). Perceraian adalah terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.

Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. Tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.

 

Alternatif Selain Pernikahan

Paradigma tentang melajang di Indonesia masih sangat memojokkan. Pertanyaan-pertanyaan akan mulai dilontarkan apabila seseorang masih melajang di usia yang sudah cukup matang untuk menikah. Padahal keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tapi kembali pada pilihan hidup masing-masing individu. Tingkat pendidikan dan kesibukan dalam meniti karir juga merupakan salah satu faktor seseorang lebih memilih untuk melajang.

Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu. Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.

Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua

 

 

Sumber:

Julianto,Simanjuntak.2012. Banyak Cocok Sedikit Cekcok, Seni Memilih Teman Hidup dan Berpacaran Dewasa.Jakarta:Yayasan Peduli Konseling Nusantara (PELIKAN)

http://lifestyle.bisnis.com/read/20150317/54/412627/5-tips-memilih-pasangan-hidup-yang-ideal

https://id.wikipedia.org/wiki/Cinta

https://silvinamar.wordpress.com/2013/06/

https://nadjaneruda.wordpress.com/2015/05/03/cinta-dan-perkawinan/

http://www.jurnalhukum.com/pengertian-perkawinan/

http://fhikachu.blogspot.co.id/2013/11/tips-memilih-pasangan-hidup-jodoh-yang.html

[psychology] Hubungan Interpersonal

Hubungan Interpersonal

Pengertian Hubungan Interpersonal

Apa yang dimaksud dengan hubungan interpersonal itu? Hubungan interpersonal adalah, ketika kita berinteraksi dengan seseorang, kita bukan hanya menyampaikan pesan, tapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

 

B.  Model-model Hubungan Interpersonal

Dalam melakukan hubungan interpersonal dengan berbagai orang, ada beberapa model hubungan interpersonal, diantaranya:

  • Model Pertukaran Sosial

Pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi. Mdoel pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap:

  • Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu.
  • Jenis hubungan yang dilakukan.
  • Kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
  • Analisis transaksional

Kata transaksi selalu merujuk pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Yang dipertukarkan dalam komunikasi adalah pesan-pesan, baik pesan verbal maupun non-verbal. ketika dua lebih orang bertemu, cepat atau lambat; salah satu dari mereka akan menyapa atau memberikan indikasi lainnya atas kehadiran orang lain. Hal ini disebut  Stimulus Transaksional. Orang lain tersebut kemudian akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan stimulus yang diterima.. Respon yang diberikan orang lain tersebut dinamai Tanggapan Transaksional.

 

C.  Memulai Hubungan

Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis, 1998) memberikan analisisnya mengenai apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat dengan orang lain disekitarnya. Penyebab ketertarikan ini awalnya dimulai dari rasa suka hingga rasa cinta yang berkembang menuju hubungan yang lebih erat, hal ini meliputi :

  • aspek kedekatan: proximity dan propinquity effect
  • adanya kesamaan.
  • kesukaan timbal balik
  • ketertarikan akan fisik dan rasa suka.

 

 

D.  Hubungan Peran

  1. Model Peran

Model peran adalah hubungan interpersonal yang diartikan sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus dapat memerankan perannya dengan baik sesuai dengan peran yang telah diberikan masyarakat. Hubungan interpersonal akan berjalan dengan baik apabila individu memainkan perannya dengan baik juga.

  1. Konflik

Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik interpersonal terjadi ketika ada pertentangan antara seseorang dengan orang lain karena perbedaan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara orang yang berbeda jabatan, status, bidang kerja dan lain-lain. konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang sangat penting dalam perilaku organisasi, karena melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak akan bisa mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

  1. Adequancy Peran dan Autentisitas dalam Hubungan Peran

Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

 

 

E.  Intimasi dan Hubungan Pribadi

Apakah yang dimaksud dengan intimasi? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, intimasi berarti keakraban. Steinberg mengatakan bahwa hubungan intim adalah suatu ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.

Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang yang tidak dicintai.

 

 

F.  Intimasi dan Pertumbuhan

Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.  Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain .Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi.amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pulahypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada.

Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena:

  1. kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh;
  2. kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan;
  3. kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia;
  4. kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup;
  5. kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan cinta dibutuhkan.

 

 

 

 

Sumber:

Hall, S Calvin, Lindzey, Gardner, (2009). Teori-teori Psikodinamika, Yogyakarta: Kanisius.

Basuki Heru, A.M. (2005). Kreatifitas, Keberbakatan, Intelektual, Dan Fakto-Faktor Pendukung Dalam Pengembangannya. Jakarta: Salemba.

http://repastrepost.blogspot.co.id/2013/06/hubungan-interpersonal_1.html

http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/hubungan-interpersonal.htm

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_pertukaran_sosial

http://relovemes.blogspot.co.id/2013/06/hubungan-interpersonal.html